Jumat, 13 November 2009

Madu

Ummu Abdillah Vol.I/No.10/1425/2004/hal:78
Madu
Si Manis Yang Menyegarkan
Keluarlah dari perutnya(lebah)minuman yang bermacam-macam warnanya,di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan manusia.(An-Nahl:69)
Madu memilki keistimewaan dibandingkan zat pemanis lainnya.Salah satu keunggulan madu disbanding pemanis lain adalah dapat langsung dikonsumsi setelah diambil darisarangnya tanpa melalui proses pengolahan terlebih dulu.Hal ini dimungkinkan karena kandungan gula sederhana yang terdapat di dalamnya,yaitu glukosa dan fruktosa dengan kadar yang cukup tinggi.Berbeda dengan gula tebu yang harus diolah sebelum dikonsumsi.

Kandungan Madu
Gula sederhana merupakan komponen utama dalam gula darah,sehingga madu dapat langsung diserap tubuh tanpa membutuhkan proses pemecahan.
Total kalori yang dihasilkan madu tiap 100gramnya adalah 294 kalori.Ini memang lebih kecil disbanding gula yang menghasilkan 364 kalori tiap gramnya.Namun hal in ibis a diabaikan jika melihat kandungan zat dan manfaat madu yang bersifat alami.GUla memerlukan proses pemecahan menjadi gula sederhan sebelum di manfaatkan oleh tubuh.Jadi gula membutuhkan waktu dan tambahan energy dari tubuh sebelum duserap dan dimanfaatkan tubuh.Maka kita dapat menambahkan madu dalam pola makan sehari-hari sebagai ganti gula dan penyedia energy yang langsung dapat diserap oleh tubuh.
Madu memilki kandungan gizi tinggi antara lain zat gula(glukosa dan fruktosa),asam amino,dan vitamin.Kandungan mineral dalam madu antara lain kalium,natrium,kalsium,magnesium,zat besi,phosphor,mangan,dan sulfur.Kandungan vitaminnya antara lain thiamin,riboflavin,niasin,asam [antotenat,piridoksin,dan asam askorbat.
Manfaat Madu
Dilihat dari kandungan asam folatnya,madu sangat baik dikonsumsi ibu hamil.Asam folat merupakan nutrient pentring bagi pertumbuhan janin.Kekurangan asam folat pada masa awal kehamilan dapat menyebabkan bayi yang lahir beresiko besar mengalami cacat bawaan pembuluh syaraf.
Madu yang diberikan kepada bayi yang telah makan dan minum selain ASI,dapat memacu pertumbuhan sel darah merahdan otaknya.Madu juga baikbagi pertumbuhan gigi bayi.Karena,madu mengandung antibiotika yang mampumenghambat pertumbuhan bekteri pembusuk.
Kandungan mineral dalam madu bermanfaat untuk menjaga kesehatan gigi yaitu sebagai anti bakteri yang ada di mulut,menjaga kekuatan enamel dan dentin.Madu bermanfaatjuga untukmengobati panas,mengurang rasa mual,gangguan pencernaan,mencegah radangusus besar,sariawan,gatal-gatal,gigitan serangga,untuk mata bintiten dan untuk menjaga kesehata mata.
Bedasarka penelitian:
• Madu yang mengandung asam folat dapat menurunkan resiko kanker rahim dan penyakit jantung.Asam folat ini juga dibutuhkan dalam metalisme kolesterol,dan system kekebalan tubuh .
Madu dapat di[ergunakan sebagai obat penyakit hati(liver)dan hepatitis.Glukosa yang terkandung di dalamnya menghasilkan hidrat arang putih dalam hati manusia yang membantu kerja hati sebagai penyaring dan penawar racun,bakteri dalam,serta menjaga daya tahan tubuh dari infeksi.
Walllahu a’lam

Al-Qasim bin Muhammad

Al-Ustadz Ahmad Hamdani Vol.I/No.10/1425/2004/hal:53
Al-Qasim bin Muhammad
Tabi’in Amanah dari Madinah
Tiga puluh enam tahun setelah kematian “Utsman r.a lahirnya seorang anak jenius dari pasangan Tabi’in besar Muhammad bin Abu Bakar Ash-Sidiq dan saudah,seorang umuul walad(budak wanita).Kelakdi kemudian hari ia menjadi seorang pemimpin agama,ahli wara’(sikap hati-hati),serta ahl;I fiqih dan hadits di Madinah.Namanya Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash-Sidiq Abu Muhammad atau Abu Abdir Rahman .
Al-Qasim yang banyak meriwayatkan hadits dari ‘Aisyah,ibnu ‘Abbas,Abu Hurairah dan Aslam bekas budak Ibnu ‘Umar r.a,merupakan seorang tabi’in yang tsasiq(amanah).Wajar jikakemudian ‘Umar bin abdul ‘aziz yang dikenal debagai kholifah kelimayang adi,tertarik akan keamanahannya.ia berkata:”seandainnya aku punya sedikit kekuasaan,aku akan jadilah AL-Qosim sebagai kholifah.”AL-Qosim kecil sabar menjalani takdir ALLAH sebagai anak yatim salam tarbiyah istri RasulullahSAW’Aisyah ra.
AL-Qodim, yang menurut Abdullah bin Az-zubair adalah cucu Abu BakarR.A.,’umar,;Ustmandan seterusnya sampai ia meninggal.aku senantiasa bersipuh menimbuh ilmudarinya dan juga duduk belajar kepada ibnu’Abbas,Abu Hurairah dan ‘Umar’.iniadalah ungkapan yang mengisyaratkan aantusiatnya terhadap ilmu din(agama)meskipun menanggung beban hidup berat sebagai anak yatim.
Ayyub,salah seorang ulama hadits,berkata,”Aku tidakmelihat seorang pun yang lebih utama darinya.Ia tidak mau mengambil uang yang halal untuknya senilai seratus ribu dinar”.Ini adalah ungkapan seorang alim yang menunjukkan sifat wara’ dan keutamaan Al-Qasam.Bahkankehati-hatiannya dalam berfatwa,ia katakansendiri”Seseorang hidup dengan kebodohan setelahmengetahui hak Allah,lebih baik baginya daripada ia mengatakan apa-apa yang ia tidaka mengetahuinya.”
Adapun ketinggian ilmunya dinyatakan oleh beberapa ulama,di antaranya:
Anaknya, Abdurrahman bin Al-Qasim,berkata”Ia adalah manusia paling utama di jamannya.” Abdurrahman bin Abiz-Zinad berkata,”Aku tidak melihat seorang yang lebih tahu tentang As Sunnah daripada Al-Qasim bin Muhammad,dan sesseorang tidak dianggap lelaki hingga ia mengetahui As Sunnah,tak seorang pun yang jenius akalnya darinya.”Khalid bin Nazar(menceritakan,red)dari ibnu ‘Uyainah,katanya:”Orang yang paling mengetahui hadits ‘Aisyah ada tiga:Al-Qasim bin Muhammad.’Urwah bin Az-Zubair,Dan ‘Amrah binti ‘Abdirrahman.”
Ia pun memiliki banyak hikmah yang ia ucapkan.Al-Imam Malik berkata.”Al-Qasam didatangi seorang penguasa Madinah yang akan menanyakan sesuatu,lalu Al-Qasam berkata.’berkata dengan ilmu termasuk memuliakan diri sendiri ‘.”Al-Qasam juga berkata,”Allahmenjadiakan(bagi)kejujuran,(dengan)kebaikan yang akan datang sebagai ganti dari Nya.”
Sebelum meninggal ,Al-Qasim berwasiat kepada salah seorang anakanya,”Ratakanlah kuburku dan taburilah dengan tanah serta janganlah kamu menyebut-nyebut keadaanku demikian dan demikian.”
Al-Qasim,seorang tokoh tadi’in besar yang buta matanya di akhir kehidupanya,wafat pada masa kekhalifahan Yazid bin Abdil Malik bin Marwan,dalam usia 71 tahun.Tepatnya pada tahun 107 H,sewaktu menunaikan ibadah ‘umrah bersama Hisyam bin Abdil Malik di perbatasan kota Madinah dan Makah.
Walllahu a’lam

Bekerja dan Beramal

Al-Ustadz Zainul Arifin Vol.I/No.10/1425/2004/hal:1
Bekerja dan Beramal
Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata:
Wahai saudaraku,hendaknya engkau memiliki pekerjaan dan penghasilan yang halalyang kamu peroleh dengan tanganmu.Hindari memakan ataumengenakan kotoran-kotoran manusia(maksudnya pemberian manusia -ed).Karena sesungguhnya orang yang memakan kotoran manusia,permisalannya laksana orang yang memiliki sebuah kamar di bagian atas,sedangkan yang dibawahnyabukan miliknya.Ia selalu dalamketakutan akan terjatuh ke bawah dan takut kamarnya roboh.Sehingga orang yang memakan kotoran-kotoran manusia akan berbicara sesuai hawa nafsu.Dan dia merendahkan dirinyadi hadapan manusia karena khawatir mereka akan menghentikan(bantuan) unutuknya.
Wahai saudaraku,jika engkau menerima sesuatu dari manusia maka engkaupun memotong lisanmu(tidak berani berbicara di saat wajib menegur mereka).San engkau memuliakan sebagian orang keudian merendahkan sebagian yang lain,padahalaada balasanyang kakan menimpamu di harikiamat.Maka harta yang di berikan oleh seseorang kepadamu hakikatnya adalah kotoran dia,dan tafsiran dari kotoran di adalah pembersihan amalanya dari dosa-dosa.
Jika engkau menerim sesuatu dari manusia ,maka saat mereka mengajakmu kepada kemungkaran engkaupun menyambutnya .Sehingga ,sungguh orang yang memakan kotoran manusia bagaikan orang yang memiliki sekutu-sekutu dalam suatuperkara yang mau tidak mau dia akan menjadi bagian dari mereka.
Wahai saudarak,kelaparan dan ibadah yang sedikit itu lebih baik dari pada engkau kenyang dengan kotoran-kotoran manusia sekalipun banyak beribadah.Sungguh telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah bersabda,”Andai salah seorang dari kalian mengambil seutas tali lalu mengumpulkan kayu bakar kemudian memikulnya di belakang punggungnya,niscaya lebih baik baginya dari pada menetapi(terus-menerus)meminta kepada saudaranya,atau mengharap darinya.”
(Di nukil dari kitab Mawa’izh Lil Imam Sufyan Ats-Tsauty,hal.82-84)

Islam Itu Indah

Pengantar Redaksi Vol.iv/no.44/1429 H/2008/hal: 2

Islam Itu Indah
Sesungguhnya islam tidaklah sesempit yang digambarkan banyak orang yang dimana islam hanya dikaitkan dengan pelaksanaan ibadah -ibadah mahdhah seperti shalat,puasa,zakat atau haji.islam adalah sebuah sistem hidup yang sebenarnya mengajarkan banyak hal kepada pemeluknya .jika mau mengali kandungan islam,kita akan menjumpai bertaburnyaajaran yang [salah satunya]menyinggung tentang adap,seperti adap orang tua, anak, saudara,tetanga,masyarakat,hingga pemerintah.demikian adap bertemu,berbeda pendapat,makan maupun minum,dan sebagainya.saking lengkapnya islam punmengajarkan tentang adap bersin,menguap,hingga buang hajat.
Demikian lengkap dan sempurna,hanya sayangnya kebanyakan kaum muslimin justru mengabaikannya.Di samping di karenakan awam,sebagian kita merasa cukup jika ia telah menunaikan shalat,berpuasa ramadhan,zakat atau[jika mampu]berhaji.Padahal jika semestinya jika ibadah-ibadah tersebut dikerjakan dengan baik,ikhlas dan sesuai tuntuna Rasulullah SAW,dapat membuahkan akhlak yang baik bagi para pelakunya.Maka lebih-lebih jika kandungan islam lainya dipraktikan dengan di landasi akidah yang benar,niscaya kemaslahatan dalamkeluarga dan bermasyarakat akan terwujud.
Tidak akan kita jumpai tetangga yang saling mengganggu baik dengan lisana maupun tindakanya .Tidak ada anak yang membangkang terhadap orangtuangnya.Tidak perlu pula ada pertumpahan darah hanya karena berebut warisan.Intinya,tidaka akan kita jumpai kezaliman antarsesama anaka manusia karena diliputi kesejukan dan kedaimaian.
Sudah semestinya,jika kita dikaruniai hidayah bisa mengnala islam secara benar dengan dalil-dalilnya,berupaya memelopori sekaligus mendakwahkan penerapan adab-adab islam di tengah nasyarakat.Meski perlu di catat,kita dihadapakan pada masyarakat awam yang heterongen yang tentu saja pemahamanya masih karut marut.Ada yang fanatik ormas,fanatic mazhab,fanatic partai,kultus serta takild buta dengan individu tertentu,dsb.Ada yang menganggap kesyirikan sebagai wasilah[sarana]mendekatakandiri kepada Allah SWT.Ada pula yang tidak paham sunnah bahkan sampai pada taraf mencelanya,dan sebagainya.
Oleh karena itu mendakwahi masyarakat umum jelas di butuhkan sikap bijak.Bergelutnya mereka dngan syirik ,bid’ah,maupun ma’siat,tidak lantas disikapi secara sama rata.Mengenalkan al-haq[sesuai kemampuan]kepada mereka menjadi tahapan yang harus di kedepankan.Bukan belum-belum sudah menjaga jarak serta dengan mudahnya memvonis orang lain sebagai ’ahlul ma’siat”sehingga itu di jadikan dalil untuk menjauhi bahkan memusuhi mereka.Padahal bisa jadi orang yang di maksud tak pernah mengerti halal-haram,sekedar ikut-ikutan dngan tradisi yang telah berkembang di masyarakat ,bahkan ada yang sangat asing dengan ajaran-ajaran islam.
Semestinya kita menyuburkan sikap empati dengan sejenak menengok ke belakang saat kita belum mengenal dakawah,belum mengenal man tauhid dan mana syirik,mana halal mana haram,serta mana sunnah dan mana bid’ah.Masa-masa itulah yang tengah di hadapai masyarakat umumnya.Lebih-lebih kita sadara bahwa pada dasarnya syariat itu berat di bandingkan hawa nafsu.Sehingga itu menjadi pelecut semangat kita untuk tidak surut dalam mendakwahi masyarakat awam,tentunya dengan tetap menaati rambu-rambu syariat .Jangan sampai sikap yang tidak pada tempatnya justru membuat masyarakat lari ,Kita tanamkan di benak kaum muslimin,islam tidakalah seram,tidak kaku,….karena islam itu indah!


Buku bagus Neee….,saya jadi penasaran ……..

Suatu saat saya membaca majalah Asy Syaria di bagian cover belakang ada buku yang isi resensinya:”istilah ‘black magic’,’whitemgic’ sebenarnya bukan istilah baru yang dimunculkan untukmengklasifikasi jenis-jenis sihir di dunia sihir bukan pula sesuatu yang kemidian di pahamidarinya ada sihir yang baik,bersih,jelek,merusak,dan yang lebih islami tau yang kafir.Pada dasarnya seluruh macam sihir itu adalah haram dan membinasakan pelakunya karena berhubungan dengan setan-setan. Setan-setan tidak akan berkhidmatpada tukang sihir kecuali jika(mereka)menyembahnya dan kufur kepada ALLAH ta’aladengan kekufuran yang nyata.
Ikuti pembahasan lengkap tentang sihir dan penjelasan mengenai kebobrokan novel HARRY POTTER di buku ini ,yang di tulis:Abu Hamzah Yusuf Al-Atsary. Dengan judul:The Kufr of Magic and The Evil of Harry Potter”
Say penasaras sekali pada buku ini pengen deh tau karena saya juga salah satu penggemar Harry Potter,danmungkin ngakhanya saya tapi masih banyak orang-orang di dunia yang menjadi penggemar buku maupun film Harry Potter………..
Kalau punya uang pengen belii……

Pentingnya Ilmu Agama

Pengantar redaksi Vol.III/no.26/1427H/2006,hal: 2

Pentingnya Ilmu Agama
Beberapa hari ini kita kembali mendengar berita peperangan yang terjadi di Lebanon.Kekejamam kaum Zionis Yahudi terhadapa musuh utamanya yaitu Umat Islam terjadi lagi.Kembali,darah ribuan kaum muslimin tertumpah tanpa pernah kita atahu kapan itu akan berakhir.
Peristiwa ini sepontan menimbulkan reaksi umat islam di mana-mana.Secara umum umat islam marah dengan perbuatan keji yahudi.Tidak sekedar melakukan demo mengutuk yahudi dan koco-konconya,namun ada pula yang menggalang massa untuk berangakat jihad ke Lebanon membantu umat islam disana.
Dari peristiwa penyerangan yahudi kepada umat islam yang sebenarnya bukan baru kali ini saja terjadi,kita tentu di utuntut mempunyai sikap.Sikap yang tentunya di bombing p;eh dyariat,yang akan member maslahat baik bagi kita maupun bagi kaummuslimn di Lebanon sana.Bukan sikap yang sekedar di dasari emosi,sekedar semangat atau lebih parah lagi bila hanya ikut-ikutan.Termasuk menyikapi kejadian di Lebanon,harus kita berjihad,berdemo,berdo’a untuk kebaikan kaum muslimin Lebanon dan kehancuran bagi yahudi,atau bagaimana?
Jihad dalam islam merupaka amalan yang paling tinggi,sehingga tentu memiliki kedudukan yang mulia dan pelakunya pun merupakan orang-orang yng terpuji. Namun syariat ini memiliki aturan-aturan yang semestinya ditaati oleh umat ini bila hendak berjihad.Tentunya bukan tempat yang pas bila di uraikan secara panjang lebar bagaimana aturan jihad di tempat yang terbatas ini.Namun ,satu hal yang inig kita sampaikan di sisni bahwa jihad hanya akan berhasil-dengan izin Allah SWT-bila para pelakunya memiliki akidah yang shalihah yang bersumber dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya.Bila syarat ini tidak terpenuhi,bisa di jamin,bukan kemenangan yang akan kita raih,tapi sebaliknya kehancuran yang akankita dapat.
Apa jadinya bila jihad dipimpin oleh orang-orang islam tapi berpemahaman komunismisalanya?Atahu bagaimana pula dengan jihad yang dimotori oleh orang-orang yang memiliki kebencian besar terhadap para sahabat Nabi SAW,memaki mereka,meyakini bahwa statement para iman syi’ah yang duabelas setara dengan Al-Qur’an,sebagaimana halini dimiliki oleh pasukan Hizbullah di Lebanonsana karena mereka berpemahaman syi’ah?
Kita prihatin dengan kejadian yang menimpa umat islam di Lebanon.Benar bahwa kita harusmembenci kaumyahudi.Kita juga meyakini bahwa yahudi dan orang-orang musyrik adalah orang yang paling keras permusuhannya terhadap umat islam,sebagaimana yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an(Al-Ma’idah ayat 82).Namun keprihatinan dan kebencian kita tidak boleh menyebabkan kita melakukan tindakan yang tidak terbimbing syari’at.
Di sinilah pentingnya ilmu syar’i .Semestinya setiap muslim membekali dirinya dengan berbagai pengetahuan agama yang benar,sehingga tidak binggung ketika menghadapi berbagai peristiwa yang perlu untuk di sikapi.Terlebih di masa sekarang,saat kebodohan terhadap agama telah demikian menyebar.Takcukup sekedar hati-hati dan waspada,namun ilmu syar’I menjadi syarat yang tidak bisa di tinggal bila kita ingin selalu bisa menemukan yang haq dan mana yang batil.
Pembaca yang kami hormati.
Ilmu syar’i pula yang akan kita gunakan dalam menghadapi bulan dan hari istimewa bagi kaum muslimin :Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.Dengan berbekal ilmu yang kita pelajari,kita harapkan Ramadhan dan Idul Fitri tidak lagi sebagai rutinitas tahunan yang berlalu tanpa menyisakan apapun.
Ramadhan adalah bulan yang memiliki banyak keistimewaan di mana umat Islam dianjurkan untuk banyak melakukan ibadah.Namun,selama ini,selam sebulan umat menjalankan berbagai aktivitas untukmenaybut Idul Fitri yang terkadang tidak perlu,bahkan banyak yang sudah keluar dari bimbingan syariat.Berupaya untuk pulang ke kampung halaman,berkunjung ke tempat-tempat wisata dan arena hiburan,itu yang banyak mendapat prioritas untk dilakukan .Sedangkang apa yang didapat selama bulan Ramadhan berupa perbaikan-perbaikan jiwa,hamper tidak ada yang peduli lagi.
Mari kita sambut Ramadhan dan Idul Fitri kali ini dengan bekal ilmu agama,agar apa yang kita amalkan bisa memberikan manfaat,terutama bagi kehidupan di akhirat kelak.














GHIBAH YANG DIBOLEHKAN

Ghibah adalah salah satu perbuatan yang tercela dan memiliki dampak negatif yang cukup besar. Ghibah dapat mencerai-beraikan ikatan kasih sayang dan ukhuwah sesama manusia. Seseorang yang berbuat ghibah berarti dia telah menebarkan kedengkian dan kejahatan dalam masyarakat. Walaupun telah jelas besarnya bahaya ghibah, tapi masih banyak saja orang yang melakukannya dan menganggap remeh bahaya ghibah (mengum-pat/menggunjing).


GHIBAH YANG DIBOLEHKAN
Ghibah adalah salah satu perbuatan yang tercela dan memiliki dampak negatif yang cukup besar. Ghibah dapat mencerai-beraikan ikatan kasih sayang dan ukhuwah sesama manusia. Seseorang yang berbuat ghibah berarti dia telah menebarkan kedengkian dan kejahatan dalam masyarakat. Walaupun telah jelas besarnya bahaya ghibah, tapi masih banyak saja orang yang melakukannya dan menganggap remeh bahaya ghibah (mengum-pat/menggunjing).

Akan tetapi ternyata ada beberapa hal yang mengakibatkan seseorang diperbolehkan untuk mengumpat/menggunjing. Namun sebelum mengetahui kriteria masalah apa saja yang membolehkan seseorang untuk melakukan ghibah, ada baiknya kita mengetahui dahulu apa itu ghibah.

Definisi Ghibah

Definisi ghibah dapat kita lihat dalam hadits Rasulullah e berikut ini:
"Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci." Si penanya kembali bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?" Rasulullah e menjawab, "kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada)." (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).

Berdasarkan hadits di atas telah jelas bahwa definisi ghibah yaitu menceritakan tentang diri saudara kita sesuatu yang ia benci meskipun hal itu benar. Ini berarti kita menceritakan dan menyebarluaskan keburukan dan aib saudara kita kepada orang lain. Allah sangat membenci perbuatan ini dan mengibaratkan pelaku ghibah seperti seseorang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Allah I berfirman:

" Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat: 12)
Bentuk-bentuk Ghibah yang Diperbolehkan.
Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim dan Riyadhu As-Shalihin, menyatakan bahwa ghibah hanya diperbolehkan untuk tujuan syara' yaitu yang disebabkan oleh enam hal, yaitu:

1. Orang yang mazhlum (teraniaya) boleh menceritakan dan mengadukan kezaliman orang yang menzhaliminya kepada seorang penguasa atau hakim atau kepada orang yang berwenang memutuskan suatu perkara dalam rangka menuntut haknya.
Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 148:

"Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. An-Nisa' : 148).

Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang teraniaya boleh menceritakan keburukan perbuatan orang yang menzhaliminya kepada khalayak ramai. Bahkan jika ia menceritakannya kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan, kekuatan, dan wewenang untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, seperti seorang pemimpin atau hakim, dengan tujuan mengharapkan bantuan atau keadilan, maka sudah jelas boleh hukumnya.

Tetapi walaupun kita boleh mengghibah orang yang menzhalimi kita, pemberian maaf atau menyembunyikan suatu keburukan adalah lebih baik. Hal ini ditegaskan pada ayat berikutnya, yaitu Surat An-Nisa ayat 149:

"Jika kamu menyatakan kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa." (QS. An-Nisa: 149)

2. Meminta bantuan untuk menyingkirkan kemungkaran dan agar orang yang berbuat maksiat kembali ke jalan yang benar.
Pembolehan ini dalam rangka isti'anah (minta tolong) untuk mencegah kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang hak. Selain itu ini juga merupakan kewajiban manusia untuk ber-amar ma'ruf nahi munkar. Setiap muslim harus saling bahu membahu menegakkan kebenaran dan meluruskan jalan orang-orang yang menyimpang dari hukum-hukum Allah, hingga nyata garis perbedaan antara yang haq dan yang bathil.

3. Istifta' (meminta fatwa) akan sesuatu hal.
Walaupun kita diperbolehkan menceritakan keburukan seseorang untuk meminta fatwa, untuk lebih berhati-hati, ada baiknya kita hanya menyebutkan keburukan orang lain sesuai yang ingin kita adukan, tidak lebih.

4. Memperingatkan kaum muslimin dari beberapa kejahatan seperti:

a. Apabila ada perawi, saksi, atau pengarang yang cacat sifat atau kelakuannya, menurut ijma' ulama kita boleh bahkan wajib memberitahukannya kepada kaum muslimin. Hal ini dilakukan untuk memelihara kebersihan syariat. Ghibah dengan tujuan seperti ini jelas diperbolehkan, bahkan diwajibkan untuk menjaga kesucian hadits. Apalagi hadits merupakan sumber hukum kedua bagi kaum muslimin setelah Al-Qur'an.

b. Apabila kita melihat seseorang membeli barang yang cacat atau membeli budak (untuk masa sekarang bisa dianalogikan dengan mencari seorang pembantu rumah tangga) yang pencuri, peminum, dan sejenisnya, sedangkan si pembelinya tidak mengetahui. Ini dilakukan untuk memberi nasihat atau mencegah kejahatan terhadap saudara kita, bukan untuk menyakiti salah satu pihak.

c. Apabila kita melihat seorang penuntut ilmu agama belajar kepada seseorang yang fasik atau ahli bid'ah dan kita khawatir terhadap bahaya yang akan menimpanya. Maka kita wajib menasehati dengan cara menjelaskan sifat dan keadaan guru tersebut dengan tujuan untuk kebaikan semata.

5. Menceritakan kepada khalayak tentang seseorang yang berbuat fasik atau bid'ah seperti, minum-minuman keras, menyita harta orang secara paksa, memungut pajak liar atau perkara-perkara bathil lainnya.
Ketika menceritakan keburukan itu kita tidak boleh menambah-nambahinya dan sepanjang niat kita dalam melakukan hal itu hanya untuk kebaikan.

6. Bila seseorang telah dikenal dengan julukan si pincang, si pendek, si bisu, si buta, atau sebagainya, maka kita boleh memanggilnya dengan julukan di atas agar orang lain langsung mengerti.

Tetapi jika tujuannya untuk menghina, maka haram hukumnya. Jika ia mempunyai nama lain yang lebih baik, maka lebih baik memanggilnya dengan nama lain tersebut.Wallahu a'lam bishshawab
Ummu Ziyad, S.S
Sumber:
Ibnu Taimiyah, Imam Syuyuthi, Imam Syaukani,, Maktabah Al-Manar, Yordania.
NAMIMAH (ADU DOMBA)
Penulis: Ummu Rummaan
Berbicara mengenai bahaya lisan memang tidak ada habisnya. Lisan, hanya ada satu di tubuh, tapi betapa besar bahaya yang ditimbulkan olehnya jika sang pemilik tak bisa menjaganya dengan baik. Ada pepatah yang mengatakan “mulutmu adalah harimaumu”, ini menunjukkan betapa bahayanya lisan ketika kita tidak menjaganya, sedangkan pepatah jawa mengatakan ajining diri ono ing lati, yang maknanya bahwa nilai seseorang ada pada lisannya, nilainya akan baik jika lisannya baik, atau sebaliknya.
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi jaminan surga pada seorang muslim yang dapat menjamin lisannya. Dari Sahal bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menjamin untukku apa yang ada di antara kedua dagunya (lisan) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan/farji), maka aku akan menjamin untuknya surga.” (HR. Al-Bukhari)
Salah satu bentuk kejahatan lisan adalah namimah (adu domba). Kata adu domba identik dengan kebencian dan permusuhan. Sebagian dari kita yang mengetahui bahaya namimah mungkin akan mengatakan, “Ah, saya tidak mungkin berbuat demikian…” Tapi jika kita tak benar-benar menjaganya ia bisa mudah tergelincir. Apalagi ketika rasa benci dan hasad (dengki) telah memenuhi hati. Atau meski bisa menjaga lisan dari namimah, akan tetapi tidak kita sadari bahwa terkadang kita terpengaruh oleh namimah yang dilakukan seseorang. Oleh karena itu kita benar-benar harus mengenal apakah itu namimah.
Definisi Namimah
Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan bahwa namimah adalah mengutip suatu perkataan dengan tujuan untuk mengadu domba antara seseorang dengan si pembicara. Adapun Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaani rahimahullah mengatakan bahwa namimah tidak khusus itu saja. Namun intinya adalah membeberkan sesuatu yang tidak suka untuk dibeberkan. Baik yang tidak suka adalah pihak yang dibicarakan atau pihak yang menerima berita, maupun pihak lainnya. Baik yang disebarkan itu berupa perkataan maupun perbuatan. Baik berupa aib ataupun bukan.
Hukum dan Ancaman Syariat Terhadap Pelaku Namimah
Namimah hukumnya haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan haramnya namimah dari Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya, “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.” (QS. Al Qalam: 10-11)
Dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu disebutkan, “Tidak akan masuk surga bagi Al Qattat (tukang adu domba).” (HR. Al Bukhari)
Ibnu Katsir menjelaskan, “Al qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan) tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba.”
Perkataan “Tidak akan masuk surga…” sebagaimana disebutkan dalam hadist di atas bukan berarti bahwa pelaku namimah itu kekal di neraka. Maksudnya adalah ia tidak bisa langsung masuk surga. Inilah madzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah untuk tidak mengkafirkan seorang muslim karena dosa besar yang dilakukannya selama ia tidak menghalalkannya (kecuali jika dosa tersebut berstatus kufur akbar semisal mempraktekkan sihir -ed).
Pelaku namimah juga diancam dengan adzab di alam kubur. Ibnu Abbas meriwayatkan, “(suatu hari) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan lalu berkata, lalu bersabda, “Sesungguhnya penghuni kedua kubur ini sedang diadzab. Dan keduanya bukanlah diadzab karena perkara yang berat untuk ditinggalkan. Yang pertama, tidak membersihkan diri dari air kencingnya. Sedang yang kedua, berjalan kesana kemari menyebarkan namimah.” (HR. Al-Bukhari)
Sikap Terhadap Pelaku Namimah
Imam An-Nawawi berkata, “Dan setiap orang yang disampaikan kepadanya perkataan namimah, dikatakan kepadanya: “Fulan telah berkata tentangmu begini begini. Atau melakukan ini dan ini terhadapmu,” maka hendaklah ia melakukan enam perkara berikut:
1. Tidak membenarkan perkataannya. Karena tukang namimah adalah orang fasik.
2. Mencegahnya dari perbuatan tersebut, menasehatinya dan mencela perbuatannya.
3. Membencinya karena Allah, karena ia adalah orang yang dibenci di sisi Allah. Maka wajib membenci orang yang dibenci oleh Allah.
4. Tidak berprasangka buruk kepada saudaranya yang dikomentari negatif oleh pelaku namimah.
5. Tidak memata-matai atau mencari-cari aib saudaranya dikarenakan namimah yang didengarnya.
6. Tidak membiarkan dirinya ikut melakukan namimah tersebut, sedangkan dirinya sendiri melarangnya. Janganlah ia menyebarkan perkataan namimah itu dengan mengatakan, “Fulan telah menyampaikan padaku begini dan begini.” Dengan begitu ia telah menjadi tukang namimah karena ia telah melakukan perkara yang dilarang tersebut.”.
Bukan Termasuk Namimah
Apakah semua bentuk berita tentang perkataan/perbuatan orang dikatakan namimah? Jawabannya, tidak. Bukan termasuk namimah seseorang yang mengabari orang lain tentang apa yang dikatakan tentang dirinya apabila ada unsur maslahat di dalamnya. Hukumnya bisa sunnat atau bahkan wajib bergantung pada situasi dan kondisi. Misalnya, melaporkan pada pemerintah tentang orang yang mau berbuat kerusakan, orang yang mau berbuat aniaya terhadap orang lain, dan lain-lain. An-Nawawi rahimahullah berkata, “Jika ada kepentingan menyampaikan namimah, maka tidak ada halangan menyampaikannya. Misalnya jika ia menyampaikan kepada seseorang bahwa ada orang yang ingin mencelakakannya, atau keluarga atau hartanya.”
Pada kondisi seperti apa menyebarkan berita menjadi tercela? Yaitu ketika ia bertujuan untuk merusak. Adapun bila tujuannya adalah untuk memberi nasehat, mencari kebenaran dan menjauhi/mencegah gangguan maka tidak mengapa. Akan tetapi terkadang sangat sulit untuk membedakan keduanya. Bahkan, meskipun sudah berhati-hati, ada kala niat dalam hati berubah ketika kita melakukannya. Sehingga, bagi yang khawatir adalah lebih baik untuk menahan diri dari menyebarkan berita.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Seseorang selayaknya memikirkan apa yang hendak diucapkannya. Dan hendaklah dia membayangkan akibatnya. Jika tampak baginya bahwa ucapannya akan benar-benar mendatangkan kebaikan tanpa menimbulkan unsur kerusakan serta tidak menjerumuskan ke dalam larangan, maka dia boleh mengucapkannya. Jika sebaliknya, maka lebih baik dia diam.”
Bagaimana Melepaskan Diri dari Perbuatan Namimah
Ya ukhty, janganlah rasa tidak suka atau hasad kita pada seseorang menjadikan kita berlaku jahat dan tidak adil kepadanya, termasuk dalam hal ini adalah namimah. Karena betapa banyak perbuatan namimah yang terjadi karena timbulnya hasad di hati. Lebih dari itu, hendaknya kita tidak memendam hasad (kedengkian) kepada saudara kita sesama muslim. Hasad serta namimah adalah akhlaq tercela yang dibenci Allah karena dapat menimbulkan permusuhan, sedangkan Islam memerintahkan agar kaum muslimin bersaudara dan bersatu bagaikan bangunan yang kokoh.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki, saling membenci, saling bermusuhan, dan janganlah kamu menjual barang serupa yang sedang ditawarkan saudaramu kepada orang lain, dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim)
Berusaha dan bersungguh-sungguhlah untuk menjaga lisan dan menahannya dari perkataan yang tidak berguna, apalagi dari perkataan yang karenanya saudara kita tersakiti dan terdzalimi. Bukankah mulut seorang mukmin tidak akan berkata kecuali yang baik.
Semoga Allah Ta’ala selalu melindungi kita dari kejahatan lisan kita dan tidak memasukkan kita ke dalam golongan manusia yang merugi di akhirat dikarenakan lisan yang tidak terjaga, “Allahumma inni a’uudzubika min syarri sam’ii wa min syarri bashori wa min syarri lisaanii wa min syarri maniyyii.” (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari kejahatan pendengaranku, penglihatanku, lisanku, hatiku dan kejahatan maniku.)
***
Diringkas dari Petaka Lisan Menurut A-Qur’an dan Sunnah
(Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthaani)


TAJASSUS
Adapun tajassus adalah mencari-cari aurat/aib dan cela seseorang. Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kita untuk mencari-cari kesalahan seorang muslim. Namun biarkanlah dia di atas keadaannya. Tutuplah mata dari sebagian keadaannya yang kalau kita periksa dan kita cari-cari niscaya akan tampak darinya perkara yang tidak pantas. (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 801)
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata: “Zhan di sini adalah semata-mata tuduhan tanpa sebab. Seperti seseorang menuduh orang lain berbuat fahisyah (perbuatan keji seperti zina) sementara tidak tampak baginya bukti tuduhannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk menjauhi kebanyakan zhan agar setiap mukmin memeriksa terlebih dahulu setiap zhannya, hingga ia mengetahui apa alasannya berprasangka demikian.” (Fathul Qadir, 5/78)

Baik Sangka tanpa Melepas Penjagaan
Berbaik sangka atau bahasa Arabnya husnuzhan merupakan perkara yang disenangi. Baik sangka kepada karib kerabat, tetangga dan kaum mukminin secara umum. Dan tentunya masuk dalam pembahasan kita di sini adalah baik sangka kepada istri dan tidak mencari-cari kesalahannya. Dengan demikian, cemburu bukan alasan untuk tidak berbaik sangka, selama tidak ada sebab yang pasti untuk mengalihkan husnu zhan tersebut menjadi su`u zhan. Sekali lagi, selama tidak ada alasan ataupun sebab yang pasti! Namun baik sangka pun tidak berarti tidak memberikan batasan. Bahkan yang diinginkan agar dilakukan oleh seorang suami adalah menjaga istrinya dengan memberikan “rambu-rambu” kepadanya.
Dikisahkan:

أَنَّ نَفَرًا مِنْ بَنِي هَاشِمٍ دَخَلُوْا عَلَى أَسْمَاءَ بِنْتِ عُمَيْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، فَدَخَلَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهِيَ تَحْتَهُ يَوْمَئِذٍ، فَرَآهُمْ فَكَرِهَ ذَلِكَ، فَذَكَرَ ذَلِكَ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَالَ: لَمْ أَرَ إِلاَّ خَيرًا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ قَدْ بَرَأَهَا مِنْ ذَلِكَ. ثُمَّ قاَمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ: لاَ يَدْخُلَنَّ رَجُلٌ بَعْدَ يَوْمِي هَذَا عَلَى مُغِيْبَةٍ إِلاَّ وَمَعَهُ رَجُلٌ أَوِ اثْنَانِ

“Ada sekelompok orang dari kalangan Bani Hasyim masuk ke tempat Asma` bintu ‘Umais radhiyallahu ‘anha. Lalu masuklah Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, ketika itu Asma` telah menjadi istrinya . Abu Bakr pun tidak suka melihat orang-orang tersebut masuk ke tempat istrinya. Diceritakanlah hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mendengar pengaduan Abu Bakr tersebut, beliau bersabda: ‘Aku tidak melihat kecuali kebaikan.’ Beliau juga bersabda: ‘Sesungguhnya Allah telah menyucikan/melepaskan Asma` dari prasangka yang tidak benar.’ Kemudian beliau naik ke atas mimbar seraya bersabda: ‘Setelah hariku ini, sama sekali tidak boleh ada seorang pun lelaki yang masuk ke tempat mughibah kecuali bila bersama lelaki itu ada satu atau dua orang yang lain.” (HR. Muslim no. 5641)

Tampak dalam hadits di atas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan bimbingan untuk berbaik sangka kepada istri bila memang tidak ada yang perlu diragukan dari dirinya. Namun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan aturan agar seorang lelaki tidak masuk ke tempat wanita yang suaminya sedang tidak berada di rumah. Aturan ini dimaksudkan sebagai penjagaan agar tidak timbul zhan dan hal-hal lain yang tidak diinginkan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan peringatan kepada lelaki:

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ. يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ

“Hati-hati kalian masuk ke tempat wanita.” Seorang lelaki dari kalangan Anshar bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu dengan ipar?” Beliau menjawab, “Ipar adalah maut.” (HR. Al-Bukhari no. 5232 dan Muslim)

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ

“Janganlah sekali-kali seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita terkecuali wanita itu bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5233 dan Muslim)
Tujuan diberikannya peringatan seperti ini antara lain untuk menjaga dan menghindarkan dari perkara-perkara yang tidak sepantasnya. Dengan mematuhi aturan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini berarti kita tidak membiarkan satu celah pun bagi setan untuk melemparkan was-was ke dalam hati. Karena keraguan dan was-was terhadap pasangan hidup akan menghancurkan keluarga dan meruntuhkan rumah tangga. Sebelum menutup pembahasan, kita kembali dahulu kepada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلاَ تَجَسَّسُوا...

“Dan janganlah kalian memata-matai…” (Al-Hujurat: 12)
Juga pada sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَلاَ تَجَسَّسُوا...

“Dan janganlah kalian memata-matai sesama kalian…” (HR. Al-Bukhari no. 5143 dan Muslim no. 6482)
Larangan untuk melakukan tajassus dalam ayat dan hadits yang mulia di atas juga ditujukan kepada pasangan suami istri. Istri tidak boleh melakukan tajassus terhadap suaminya, dan sebaliknya suami pun tak sepantasnya melakukan tajassus terhadap keluarganya guna menangkap basah kesalahan yang dilakukan istrinya, mencari-cari celah untuk menyalahkan serta menyudutkannya, atau sekedar membuktikan kecemburuan yang tidak beralasan. Karena ketidakbolehan mencari-cari kesalahan ini, sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuntunkan kepada para suami yang sekian lama berada di rantau atau safar keluar kota agar tidak mendadak pulang ke keluarga mereka tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, apalagi datang tiba-tiba di waktu malam. Shahabat yang mulia Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكْرَهُ أَنْ يَأْتِيَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ طُرُوْقًا

“Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci bila seorang lelaki/suami mendatangi keluarga/istrinya (dari safar yang dilakukannya) pada waktu malam.” (HR. Al-Bukhari no. 5243)
Larangan ini dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

إِذَا أَطَالَ أَحَدُكُمُ الْغَيْبَةَ فَلاَ يَطْرُقْ أَهْلَهُ لَيْلاً

“Apabila salah seorang kalian sekian lama pergi meninggalkan rumah (safar) maka janganlah ia pulang (kembali) kepada keluarganya pada waktu malam.” (HR. Al-Bukhari no. 5244)
Dua hadits di atas diberi judul oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah dalam Shahih-nya: bab La Yathruq Ahlahu Idza Athalal Ghaibah Makhafatan An Yukhawwinahum Au Yaltamisu ‘Atsaratihim, artinya: Tidak boleh seseorang mendatangi keluarga/istrinya, bila ia sekian lama meninggalkan rumah (bepergian/safar) karena khawatir menganggap mereka tidak jujur/berkhianat atau mencari-cari kesalahan/ketergeliciran mereka.

Larangan tersebut dikaitkan dengan pulang dari bepergian yang lama, karena seseorang yang meninggalkan keluarganya disebabkan suatu urusan di waktu siang dan akan kembali pada waktu malam (pergi cuma sebentar/tidak lama) tidak akan mendapatkan perkara yang mungkin didapatkan oleh seseorang yang sekian lama bepergian meninggalkan keluarganya. Bila orang yang pergi sekian lama ini datang tiba-tiba tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dikhawatirkan ia akan mendapatkan perkara yang tidak disukainya. Bisa jadi ia dapatkan istrinya tidak bersiap menyambut kedatangannya, belum membersihkan diri dan berhias/berdandan sebagaimana yang dituntut dari seorang istri. Sehingga hal ini akan menyebabkan menjauhnya hati keduanya . Bisa jadi pula ia dapatkan istrinya dalam keadaan yang tidak disukainya. Sementara, syariat ini menganjurkan untuk menutup kejelekan/cacat dan cela. Ketika ada seseorang menyelisihi larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, ia pulang ke istrinya pada waktu malam tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, ternyata ia mendapatkan ada seorang lelaki di sisi istrinya. Orang ini diberi hukuman seperti ini (berupa pengkhianatan istrinya) karena ia sengaja menyelisihi perintah Rasul. Kisahnya disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah rahimahullah dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُطْرَقَ النِّسَاءُ لَيْلاً، فَطَرَقَ رَجُلاَنِ كِلاَهُمَا وَجَدَ مَعَ امْرَأَتِهِ رَجُلاً

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para istri didatangi pada waktu malam (setelah si suami pulang dari bepergian yang lama tanpa pemberitahuan akan kepulangannya –pent.). Ternyata ada dua orang yang melanggar larangan ini. Keduanya pulang pada waktu malam dari bepergian lama (tanpa pemberitahuan), maka masing-masing dari keduanya mendapati bersama istrinya ada seorang lelaki.”
Yang perlu diperhatikan, larangan pulang kepada keluarga/istri di waktu malam setelah bepergian lama ini tidak berlaku atas orang yang terlebih dahulu menyampaikan kabar kedatangannya kepada keluarganya.
Dari hadits ini kita bisa memetik faedah tentang tidak disenanginya mempergauli istri dalam keadaan ia belum berbersih diri. Tujuannya agar si suami tidak mendapati perkara yang membuat hatinya “lari” dari sang istri. Dalam hadits ini juga ada anjuran untuk saling mengasihi dan mencintai, khususnya di antara suami istri. Walaupun secara umum suami istri sudah saling mengetahui kekurangan dan kelemahan masing-masing, namun syariat tetap menekankan untuk menghindarkan perkara-perkara yang bisa membuat hati keduanya saling berjauhan, yang pada akhirnya bisa melunturkan cinta… Sungguh ini tidaklah diharapkan!
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=433